Selasa, 10 November 2009

TQM

TQM adalah faktor yang penting dalam suatu perusahaan dan juga dalam teknologi informasi adapun konsep dasar dari total quality adalah:
1. Tujuan :
Perbaikan proses secara terus-menerus. Artinya kualitas selalu diperbaiki dan disesuaikan
dengan perubahan yang menyangkut kebutuhan dan keinginan para pelanggan.
2. Prinsip :
Difokuskan pada pelanggan, perbaikan proses dan keterlibatan total.
3. Elemen :
Kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, Komunikasi, ganjaran dan pengakuan serta pengukuran.
Tiga prinsip mutu yaitu :
1. Fokus pada pelanggan
Mutu berdasarkan pada konsep bahwa setiap orang mempunyai pelanggan dan bahwa kebutuhan dan harapan pelanggan harus dipenuhi setiap saat kalauorganisasi/perusahaan secara keseluruhan bermaksud memenuhi kebutuhan pelanggan eksternal (pembeli).
2. Perbaikan proses
Konsep perbaikan terus menerus dibentuk berdasarkan pada premisi suatu seri (urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan output seperti produk berupa barang dan jasa. Perhatian secara terus menerus bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki keandalan. Tujuan pertama perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, dalam arti bahwa dapat diproduksi yang diinginkan setiap saat tanpa variasi yang diminimumkan. Apabila keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum dapat diterima maka tujuan kedua dari perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk memproduksi output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan puas.
3. Keterlibatan total
Pendekatan ini dimulai dengan kepemimpinan manajemen senior yang aktif dan mencakup usaha yang memanfaatkan bakat semua karyawan dalam suatu organisasi untuk mencapai suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) di pasar yang dimasuki. Karyawan pada semua tingkatan diberi wewenang/kuasa untuk memperbaiki output melalui kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (fleksibel) untuk memecahkan persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan pelanggan. Pemasok juga dilibatkan dan dari waktu ke waktu menjadi mitra melalui kerjasama dengan para karyawan yang telah diberi wewenang/kuasa yang dapat menguntungkan organisasi/perusahaan. Pada waktu yang sama keterlibatan pimpinan bekerjasama dengan karyawan yang telah diberi kuasa tersebut.
Manfaat TQM
Salah satu cara terbaik dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan suatu produk barang atau jasa dengan kualitas terbaik. Kualitas terbaik akan diperoleh dengan melakukan upaya perbaikan secara terus-menerus terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Penerapan TQM adalah hal yang sangat tepat agar dapat memperbaiki unsur-unsur tersebut secara berkesinambungan. Penerapan TQM dapat memberikan beberapa manfaat utama, sebagai berikut.
Dengan perbaikan kualitas berkesinambungan, perusahaan akan dapat memperbaiki posisi persaingan. Dengan posisi yang lebih baik akan meningkatkan pangsa pasar dan menjamin harga yang lebih tinggi. Hal ini akan memberikan penghasilan lebih tinggi dan secara otomatis laba yang diperoleh akan lebih meningkat. Upaya perbaikan kualitas akan menghasilkan peningkatan output yang bebas dari kerusakan atau mengurangi produk yang cacat. Berkurangnya produk yang cacat berarti berkurang pula biaya operasi yang dikeluarkan perusahaan sehingga akan diperoleh laba yang semakin besar.
Manfaat TQM dalam jangka panjang, manfaat utama penerapan TQM pada sektor publik adalah perbaikan pelayanan, pengurangan biaya dan kepuasan pelanggan. Perbaikan progresif dalam sistem manajemen dan kualitas pelayanan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan.
Hambatan dan Kendala dalam Mengadopsi TQM
Organisasi Pemerintah yang Kaku
Pengalaman global menunjukkan budaya organisasi, baik di sektor swasta maupun sektor publik, sangat sulit untuk dirubah. Faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi adalah struktur kekuasaan, sistem administrasi, proses kerja, kepemimpinan, predisposisi pegawai serta praktek-praktek manajemen. Seperti telah dibahas sebelumnya, birokasi pemerintah Indonesia sangat lambat dalam mentransformasi diri dari struktur top-down menuju sistem bottom-up yang desentralistik. Undang undang desentralisasi dan otonomi daerah memberi kerangka baru mengenai cara penyediaan dan pembiayaan pelayanan pemerintah. Dan meskipun TQM berpotensi untuk menanggulangi hal-hal yang bisa menghambat pengadaan pelayanan yang lebih berorientasi pelanggan dan partisipatif, namun perlu disadari bahwa perubahan subtansial yang ingin dicapai akan memakan waktu lama untuk mewujudkannya.
Disfungsi Sistem Organisasi
Kerapkali organisasi pemerintah memiliki misi ganda bahkan kadang tumpang tindih. Dan hanya sedikit lembaga pemerintah yang memiliki akuntabilitas di mata masyarakat, jarang sekali ada sanksi bagi lembaga yang memiliki kinerja buruk dan nyaris tidak ada persaingan langsung. Keadaan ini sangat berbeda dengan yang terjadi pada sektor swasta dimana mereka berjalan dengan sistem yang lebih “fungsional”, seperti ekonomi pasar, memiliki misi yang lebih jelas, dan akuntabel di mata pelanggan mereka. Proyek DELIVERI menemukan bahwa sistem manajemen yang berlaku dalam pelayanan Dinas Peternakan menjadi kendala utama untuk melembagakan perubahan. Seperti yang telah dijelaskan di atas, ada beberapa mekanisme untuk menghargai kinerja. Sebagai contoh, struktur sekarang tidak memberi ruang untuk kenaikan gaji berdasarkan kinerja, sehingga semua pegawai mendapatkan gaji yang sama, tanpa mempertimbangkan mutu kerja mereka. Jadi meski ada pegawai yang suka terlambat bahkan tidak masuk kantor sekalipun, tetap menerima gaji sama besarnya dengan mereka yang bekerja untuk perbaikan pelayanan. Wewenang untuk merubah sistem ini dipegang oleh departemen pemerintah yang lain, walhasil, para pegawai di kabupaten kerap frustasi karena insentif untuk berinovasi terhambat.
Pengambilan Keputusan yang Tradisional dan Sentralistik
Meskipun perlahan-lahan pemerintah mulai menerapkan desentralisasi, namun pemerintah tingkat kabupaten masih tetap ada kecenderungan untuk bertindak dengan gaya top-down. Di Balai Penyuluhan Pertanian, Kabupaten Boolang Mongondow, misalnya, petugas lapangan telah bekerja keras untuk menyediakan pelayanan yang lebih berorientasi pelanggan, melalui kerja sama dengan petani untuk mengidentifikasi prioritas mereka. Usaha ini memicu lahirnya program kredit baru yang sangat berhasil. Program ini telah diadopsi oleh pemerintah daerah, yang kini akan membangun ribuan kelompok tani dalam periode enam bulan dengan menggunakan teknik partisipatif. Pendekatan semacam ini merupakan penerapan dari prinsip dasar konsultasi dengan pihak terkait dan kepuasan pelanggan, yang sangat esensial dalam TQM. Penolakan sistemik untuk perubahan ini disebabkan oleh praktek perencanaan program yang top-down dan sangat sentralistik. Umumnya, pemerintah tingkat kabupaten bertanggung jawab untuk merespon pelaksanaan program dari tingkat pemerintahan lebih tinggi. Untuk merubah pendekatan mekanistik dalam perencanaan dan pelaksanaan program ini, memakan waktu bertahun-tahun.
Struktur Wewenang yang Sangat Hierarkis
Di Indonesia, karakterisasi sektor publik dilakukan secara tradisonal berdasarkan stratifikasi status, dimana manajer senior memegang wewenang yang amat besar. Struktur ini harus dirombak secara radikal, jika ingin mengadopsi pendekatan TQM. Di masa lalu, setiap staf telah diberi tugas dan tanggung jawab dan diharapkan menjalankannya dengan dependensi tertentu kepada orang lain. Untuk beralih dari keadaan yang sangat struktural menuju ke lingkungan yang lebih fleksibel dan tidak terlalu hierarkis bisa menjadi bumerang. Tantangan bagi para manajer adalah menciptakan lingkungan dimana tingkat wewenang, minimal bisa “dilperlebar”. Di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, misalnya, Kepala Dinas Peternakan untuk bersedia membagi wewenangnya dan mengembangkan metode pengambilan keputusan baru. Usaha ini berperan penting dalam mempersempit jurang antar berbagai tingkatan.
Lemahnya Komitmen para Manajer Senior
Biasanya, tangapan awal terhadap TQM cukup positif, namun kerap hanya dalam bentuk dukungan verbal semata. Masalah mulai muncul ketika diperlukan dukungan aktif dari para manajer senior untuk menciptakan atmosfer yang kondusif, dimana staf bisa bereksperimen dan mempelajari pendekatan baru tanpa takut disalahkan, atau ketika terjadi tekanan untuk melaksanakan “proyek pesanan ” (top-down). Keadaan ini bisa menyempitkan ruang lingkup TQM dan membuatnya tidak bisa berjalan dalam jangka panjang. Dalam studi banding program TQM pada kantor-kantor Dinas diketahui bahwa tipe kepemimpinan sangat instrumental dalam menanggulangi masalah tersebut. Jika manajemen senior hanya memberikan dukungan verbal, maka staf akan merespon prinsip-prinsip TQM hanya di mulut saja. Sebaliknya, jika manajemen senior berpartispasi aktif dalam proses, maka akan terjadi perubahan kualitatif mengenai kinerja para staf.
Secara singkat dapat digambarkan diagram komitmen kualitas dalam Manajemen Mutu Terpadu adalah sebagai berikut :



















Diagram : Komitmen Kualitas dalam TQM

0 komentar:

Posting Komentar