Permasalahan Pembelajaran PKN di Sekolah Dasar
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara yang baik, yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education) merupakan mata pelajaran juga memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Pembelajaran PKn ini diharapkan akan mampu membentuk siswa yang ideal memiliki mental yang kuat, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang akan dihadapi.
Namun selama ini proses pembelajaran PKn kebanyakan masih mengunakan paradigma yang lama dimana guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Guru mengajar dengan metode konvensional yaitu metode ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal ( 3DCH ), siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Anak cenderug tidak begitu tertarik dengan pelajaran PKn karena selama ini pelajaran PKn dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan semata, kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar PKn siswa di sekolah. Masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ialah penggunaan metode atau model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan hakekat pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari belum memenuhi harapan seperti yang diinginkan.
Hal ini berkaitan dengan kritik masyarakat terhadap materi pelajaran PKn yang tidak bermuatan nilai-nilai praktis tetapi hanya bersifat politis atau alat indoktrinasi untuk kepentingan kekuasaan pemerintah. Metode pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung lebih dominan (one way method). Di samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan. Selain itu pembelajaran PKn juga cenderung kurang bermakna karena hanya berpatokan pada penilaian hasil bukan pada penilaian proses. Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir. Hal ini berkaitan pada pembentukan karakter, moral, sikap serta perilaku murid yang hanya menginginkan nilai yang baik tanpa dimbangi dengan perbaikan karakter, moral, sikap serta perilaku dari anak tersebut. jika anak tersebut telah belajar tentang mata pelajaran PKn yang seharusnya dapat memperbaiki sikap, perilaku dan moral bagi para peserta didik namun sebaliknya malah berbanding terbalik dengan sikap, perlaku dan moral peserta didik yang cenderung menurun. Dari masalah yang dikemukakandiatas terlihat bahwa pembelajaran PKn di Sekolah Dasar cenderung kurang optimal, Maka akan kami paparkan beberapa solusi dari permasalahan tersebut diatas, yaitu:
Guru harus menguasai metode – metode pembelajaran yang lebih menyenangkan bagi para muridnya, dan membuat ruang belajar menjadi lebih bergairah, penuh dengan rasa ingin tahu anak didik, serta ada semangat berkompetisi secara sehat dari anak didik. Tidak hanya mengajar dengan metode ceramah saja yang banyak dgunakan guru yang dapat membuat anak didik menjadi bosan dan jenuh dalam belajar PKn, yang dapat dilakukan dengan cara :
1. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa (Focus on Learners),
2. Memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata (provide relevant and contextualized subject matter) dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa. Disinilah guru dituntut untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik siswa.
3. Strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan peciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar.
Disini akan dikemukakan dua model pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk mengatasi permasalahan – permasalahan dalam pembelajaran PKn
1. Meningkatkan hasil belajar PKn melalui model Problem Based Learning
Hasil belajar adalah segala kemampuan yang dapat dicapai siswa melalui proses belajar yang berupa pemahaman dan penerapan pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi siswa dalam kehidupannya sehari-hari serta sikap dan cara berpikir kritis dan kreatif dalam rangka mewujudkan manusia yang berkualitas, bertanggung jawab bagi diri sendir, masyarakat, bangsa dan negara serta bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.i
Hasil belajar PKn adalah hasil belajar yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajara PKn berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar yang berguna bagi siswa untuk kehidupan sosialnya baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang yang meliputi: keragaman suku bangsa dan budaya Indonesia, keragaman keyakinan (agama dan golongan) serta keragaman tingkat kemampuan intelektual dan emosional. Hasil belajar didapat baik dari hasil tes (formatif, subsumatif dan sumatif), unjuk kerja (performance), penugasan (Proyek), hasil kerja (produk), portofolio, sikap serta penilaian diri.
Untuk meningkatkan hasil belajar PKn, dalam pembelajarannya harus menarik sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Diperlukan model pembelajara interaktif dimana guru lebih banyak memberikan peran kepada siswa sebagai subjek belajar, guru mengutamakan proses daripada hasil. Guru merancang proses belajar mengajar yang melibatkan siswa secara integratif dan komprehensif pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar. Agar hasil belajar PKn meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa secara aktif baik pikiran, pendengaran, penglihatan, dan psikomotor dalam proses belajar mengajar. Adapun pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa secara totalitas adalah pembelajaran dengan Problem Based Learning. Pembelajaran dengan model Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran dimana sebelum proses belajar mengajar didalam kelas dimulai, siswa terlebih dahulu diminta mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan yang muncul, serta mendiskusikan permasalahan dan mencari pemecahan masalah dari permasalahan tersebut. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang untuk berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah yang ada serta mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda diantara mereka.
Dari uraian diatas dapat diduga bahwa pembelajaran dengan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa dibandingkan dengan pendekatan tradisional (metode ceramah). Pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar efektif dan kreatif, dimana siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya, menemukan pengetahuan dan keterampilannya sendiri melalui proses bertanya, kerja kelompok, belajar dari model yang sebenarnya, bisa merefleksikan apa yang diperolehnya antara harapan dengan kenyataan sehingga peningkatan hasil belajar yang didapat bukan hanya sekedar hasil menghapal materi belaka, tetapi lebih pada kegiatan nyata (pemecahan kasus-kasus) yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran (diskusi kelompok dan diskusi kelas)
2. Pendekatan dan penerapan model CTL (Contextual Learning)
Agar pembelajaran PKn dapat bermakna dan untuk pembentukan karakter maka disini penulis ingin memaparkan salah satu pendekatan model CTL yaitu pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran berlangung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, menemukan dan mendiskusikan masalah serta mencari pemecahan masalah, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa megerti apa makna belajar, apa manfaatya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Siswa terbiasa memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang bergua bagi dirinya dan bergumul dengan ide-ide. Tugas guru mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pngetahuan baru, dan memfasilitasi belajar. Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Sehingga anak tidak hanya bisa menghafal pelajaran melainkan diharapkan juga dapat merubah sikap, perilaku, karakter serta moral anak.
CTL adalah suatu bentuk pembelajaran yang memiliki karakteristik berikut :
a. Keadaan yang mempengaruhi langsung kehidupan siswa dan pembelajarannya;
b. Dengan menggunakan waktu/kekinian, yaitu masa yang lalu, sekarang, dan yang akan datang;
c.Lawan dari textbook centered;
d. Lingkungan budaya, sosial, pribadi, ekonomi, dan politik;
e. Belajar tidak hanya menggunakan ruang kelas, bisa dilakukan di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara;
f. Mengaitkan isi pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka; dan
g. Membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain
Sehingga Pembelajaran PKN dapat menjadi:
1. Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan siswa menguasai tekhnik menemukan pengetahuan dan bukan semata-mata hanya memperoleh pengetahuan.
2. Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan Controlling, Monitoring, Maintening, Designing, Organizing. Belajar dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang kongkret tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanistis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain serta mengelola dan mengatasi koflik
3. Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling pengertia dan tanpa prasangka.
4. Learning to be adalah keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua dan ketiga. Tiga pilar tersebut ditujukan bagi lahirnya siswa yang mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan yang mampu memecahkan masalah, bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan. Bila ketiganya behasil dengan memuaskan akan menumbuhkan percaya diri pada siswa sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki kemantapan emosional dan intelektual, yang dapat mengendalikan dirinya dengan konsisten, yang disebut emotional intelegence (kecerdasan emosi).
GERUND
14 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar